BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditemukannya
logam pertama kali dirasakan sebagai suatu kemajuan teknologi yang sungguh luar
biasa tetapi pada pihak lain perkembangan baru ini akan menimbulkan suatu
permasalahan baru yaitu bagaimana proses penyambungan dari logam – logam
tersebut. Proses penyambungan logam terdiri dari sambungan baut,
sambungan keling, sambungan lipat, sambungan tempa, patri, solder dan sambungan
las (pengelasan ).Dalam fabrikasi, konstruksi dan industri proses sambungan las
merupakan salah satu cara yang paling dominan atau baik apabila dibandingkan
dengan cara pengerjaan pemesinan yang lainnya dikarenakan proses ini sangat
praktis, murah dan cepat.
Penggunaan
las dalam pengerjaan konstruksi semakin lus sehingga kecelakaan yang
diakibatkan oleh proses pengerjaan tersebut juga sering banyak terjadi.
Pekerjaan pengelasan merupakan salah satu proses pemesinan yang penuh resiko
karena selalu berhubungan dengan api dan bahan – bahan yang mudah terbakar dan
meledak terutama sekali pada las gas yaitu gas oksigen dan Asetilin . Kecelakaan
yang terjadi sebenarnya dapat dikurangi atau dihindari apabila kita sebagai
operator dalam mengoperasikan alat pengelasan dan alat keselamatan kerja
dipergunakan dengan baik dan benar, memiliki penguasaan cara – cara pencegahan
bahaya akibat proses las. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
K3.
Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan
pemerintah di seluruh dunia. Tingkat
kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang
tiga kali lebih tinggi dibanding
negara-negara industri. Di negara-negara berkembang,
kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi
di bidang-bidang pertanian, perikanan dan perkayuan,
pertambangan dan konstruksi. Tingkat buta huruf yang
tinggi dan pelatihan yang kurang memadai
mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan
tingginya angka kematian yang terjadi
karena kebakaran dan pemakaian zat-zat berbahaya
yang mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak
terungkap termasuk kanker, penyakit jantung dan
stroke.
Pekerjaan
dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah.Oleh sebab
itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan
dan kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih
memprihatinkan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45
tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan
kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain di
kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan
kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari
sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja.Berdasarkan
penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
langsung dan tidak langsung. Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri
dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik)
dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Untuk menghindari resiko yang tidak diinginkan dan
pengetahuan yang memadai maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai
materi ini.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu :
Bagaimana gambaran Peranan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dalam Proses Pengelasan.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini yaitu :
Untuk mengetahui gambaran peranan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dalam Proses Pengelasan.
D. Manfaaat Penulisan
Adapaun manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu :
Agar dapat mengetahui gambaran peranan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dalam Proses Pengelasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
1.
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Keselamatan (safety) mempunyai arti keadaan terbebas dari
celaka (accident) ataupun hampir celaka (near miss acccident). Upaya kesehatan
kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan
kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun pekerja lain di sekelilingnya, sehingga diperoleh
produktivitas kerja yang optimal.
Kesehatan kerja merupakan hubungan dua arah antara pekerjaan
dan kesehatan.Kesehatan kerja tidak hanya menyangkut hubungan antara efek
lingkungan kerja misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain,
tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk
melakukan tugas yang harus dikerjakannya. Tujuan utama kesehatan kerja adalah
mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada mengobatinya (Suma’mur,
2009).
Menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) adalah segala daya dan upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam
rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan
dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian
bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan
melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
2.
Persyaratan Keselamatan Kerja
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut
Undang-undang No. 1 tahun 1970 (Suma’mur, 2009) adalah sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal
ini berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau
kegiatan berbahaya.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran, berkaitan dengan sistem proteksi dan pencegahan kebakaran (fire
protection system) dalam rancangan bangun, operasi, dan penggunaan sarana,
pabrik, banguna dan fasilitas lainnya.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya
kebakaran, meliputi upaya pencegahan bahaya kebakaran (fire prevention) dalam
kegiatan yang dapat mengandung bahaya kebakaran, menggunakan api atau kegiatan
lainnya.
d. Memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya. Berkaitan
dengan sistem tanggap darurat (emergency response) serta fasilitas penyelamat
di dalam bangunan atau tempat kerja (means of escape).
e. Memberikan pertolongan dalam
kecelakaan. Menyangkut aspek P3K atau pertolongan jika terjadi kecelakaan
termasuk resque dan pertolongan korban.
f. Memberikan alat pelindung diri bagi
pekerja. Berkaitan dengan penyediaan alat keselamatan yang sesuai untuk setiap
pekerjaan yang berbahaya.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. Berkaitan dengan
keselamatan lingkungan kerja, pencemaran atau buangan industri serta kesehatan kerja.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya
penyakit akibat kerja baik fisik, psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.
i.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j.
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang
baik.
l.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga
kerja, alat kerja, lingkungan dan proses kerja.
n. Berkaitan dengan aspek ergonomi di
tempat kerja.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis
bangunan. Berkaitan dengan keselamatan konstruksi dan bangunan mulai dari
pembangunan sampai penempatannya.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan
bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. Syarat ini berkaitan dengan
kegiatan pelabuhan dan pergudangan.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang
berbahaya, berkaitan dengan keselamatan ketenagalistrikan.
r.
Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahayanya menjadi bertambah tinggi.
3.
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya,
sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dengan tindakan
korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih
lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang
kembali.Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja.Golongan pertama adalah
faktor mekanisme dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor
manusia.Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan
penyebab kecelakaan (Suma’mur 2009).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan
kerja antara lain :
a.
Situasi kerja
Situasi kerja berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja yang
mempengaruhi produktivitas pekerja. Situasi kerja yang dimaksud meliputi :
-
Pengendalian manajemen yang kurang
-
Standar kerja yang minim
-
Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar
-
Peralatan kerja yang gagal atau tempat kerja yang tidak
mencukupi Kesalahan orang,
b. Kesalahan orang meliputi :
-
Keterampilan dan pengetahuan pekerja yang minim
-
Masalah fisik dan mental
-
Motivasi yang minim atau salah penempatan
-
Perhatian yang kurang
c.
Tindakan tidak aman
Kondisi lingkungan kerja yang dimaksud sperti :
-
Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui
-
Mengambil jalan pintas
-
Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan
keselamatan kerja.
d. Kecelakaan
Heinrich mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian yang
sudah umum terjadi dilingkungan kerja.
-
Kejadian yang tidak terduga
-
Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya
-
Terjatuh
-
Terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya
e.
Cedera/ kerusakan
Cedera atau kerusakan terhadap pekerja dibedakan menjadi.
-
Terhadap pekerja yang meliputi sakit dan penderitaan,
kehilangan pendapatan, kehilangan kualitas hidup.
-
Terhadap majikan meliputi kerusakan pabrik, pembayaran
kompensasi, kerugian produksi, dan kemungkinan proses pengadilan (Ridley, 2006)
B. Pengelasan
1.
Pengertian
Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui
bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman
prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian
timbal-timah, menurut keterangan telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang
waktu antara tahun 4000 sampai 3000 SM dan diduga sumber panas berasal
dari pembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19 teknologi pengelasan berkembang
dengan pesat karena telah dipergunakannya sumber energi listrik (Suharno,
2008).
Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam keadaan,
dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis
yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui
ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008).
2.
Jenis – jenis
Jenis-Jenis Pengelasan Berdasarkan proses pengelasan,
maka pengelasan terbagi menjadi dua antara lain (Bintoro, 1999) :
1. Las Oksi Asetilen
Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual
dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair
oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa
logam pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu
yang sangat sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam.Gas asetilen
merupakan salah satu jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu
dan tekanan.Gas asetilen disimpan di dalam suatu tabung yang mampu menahan
tekanan kerja.
Bahaya-bahaya
yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen antara lain:
1. Polimerisasi, peristiwa ini akan
menyebabkan suhu gas meningkat jauh lebih tinggi dalam waktu yang sangat
singkat. Polimerisasi ini akan terjadi pada suhu 300°C, jika berada pada
tekanan 1 atm. Oleh sebab itu, gas asetilen tidak boleh disimpan atau digunakan
pada suhu diatas 300°C.
2. Disosiasi, yaitu adanya panas yang
ditimbulkan oleh proses pembentukan zat-zat. Disosiasi terjadi pada suhu 600°C
jika berada pada tekanan 1 atm atau 530°C jika tekanan 3 atm. Jika terjadi
disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini sangat membahayaka karena bisa
menimbulkan ledakan.
2. Las listrik
Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan
dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-permukaan
benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri listrik digunakan
untuk menekan benda kerja dengan tekanan yang cukup.Penyambungan dua buah logam
atau lebih menjadi satu dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur
nyala listrik. Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang
sentuhan akan menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang
akan disambung.
Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang
terjadi pada nyala busur listrik karena adanya potensial tegangan atau beda
tegangan antara ujung-ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan
sangat menentukan terjadinya loncatan bunga api, semakin besar tegangan semakin
mudah terjadi loncatan bunga api listrik. Hal yang perlu diperhatikan, bahwa
tegangan yang tinggi akan membahayakan operator las, karena tubuh manusia hanya
mampu menderita tegangan listrik sekitar 42 volt. Selain penggunaan arus dan
tegangan yang bisa membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan
sinar ultra violet dan sinar infra merah yang berinteraksi sangat
tinggi.Pancaran atau radiasi dari sinar tersebut sangat membahayakan mata
maupun kulit manusia (Bintoro, 1999).
3.
Manajemen dalam Pengelasan
Juru las yang terampil dan peralatan las yang baik belum
tentu dapat menjamin hasil las yang bermutu tinggi, apabila sarana lainnya
tidak terpenuhi. Manajemen pengelasan dalam hal ini harus mengatur beberapa
sarana penting yang dapat mempengaruhi hasil pengelasan seperti pelaksanaan
yang aman, pengawasan mutu, dan pemeriksaan proses. Manajemen tersebut terdiri
atas beberapa pengawasan (Wiryosumarto dan Okumura, 2004) antara lain :
a. Pengamanan pelaksanaan Agar pengelasan
dapat dilakukan dengan aman, alat-alat pengamanan harus lengkap dan juru las
harus mengerti dan dapat serta mau menggunakan alat pengaman tersebut, dalam
hal ini yang penting adalah :
-
Pemakaian baju kerja yang sesuai dan aman.
-
Pemakaian pelindung dengan baik.
-
Pada pengelasan di tempat yang tinggi harus menggunakan alat
pengaman agar tidak terjatuh.
-
Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan ledakan.
b. Pengawasan umum
Untuk mendapatkan mutu pengelasan yang baik perlu adanya
pengawasan pada peralatan yang digunakan, bahan las yang dipilih, pelaksanaan
dan keterampilan. Pengawasan yang dimaksud diatas diterangkan sebagai
berikut :
-
Pengawasan peralatan
Dengan menggunakan peralatan yang sempurna, akan diperoleh
mutu hasil lasan yang baik dan efisiensi kerja yang tinggi, karena itu
diperlukan sistem manajemen yang dapat menentukan cara-cara pemilihan alat,
pembelian alat, peminjaman alat kepada pekerja dan cara memperbaiki alat yang
rusak.
-
Pengawasan bahan las
Pengaturan pembelian bahan las baik dalam jenis maupun dalam
jumlah harus menjamin agar selalu terdapat jumlah persediaan seperti yang telah
ditentukan dan yang sesuai dengan jadwal pelaksanaan.
-
Pengawasan pelaksanaan
Apabila proses pengelasan telah ditentukan, maka perlu untuk
mengadakan pengawasan agar prosedur pengelasan diikuti sepenuhnya. Untuk
mempermudah pengawasan dan menghindari kesalahan perlu dibuat petunjuk kerja
yang terperinci yang meliputi kondisi pengelasan, penggunaan alat, pemakaian
bahan, prosedur pengerjaan dan cara-cara mengadakan perbaikan bila terjadi
cacat.
-
Pengawasan keterampilan
Untuk mendapatkan juru las yang terampil perlu diadakan
pelatihan dan pendidikan.Tiap-tiap juru las harus mempunyai kualifikasi
berdasarkan peraturan yang ditentukan oleh badan yang berwenang dalam bidang
konstruksi yang sesuai dan menguasai tentang pengelasan.
-
Pengawasan proses
Pengawasan terhadap proses ditujukan untuk mempertinggi
produktivitas, yang berarti hasil yang baik dengan cepat dan murah. Pengawasan
proses meliputi pengawasan dan pengaturan tempat, pengaturan pekerja,
pengaturan bahan, alat dan lain sebagainya.
4.
Bahaya Dalam Pengelasan
Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi
apabila tidak hati-hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja
yang salah. Beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan
(Wiryosumarto dan Okumura, 2004) antara lain :
a. Cahaya dan sinar yang berbahaya Selama
proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat membahayakan juru las
dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan. Cahaya tersebut meliputi
cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar
inframerah.
-
Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah
diserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia
yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa
dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan
ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian mata
akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umunya rasa sakit ini akan
hilang setelah 48 jam.
-
Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh
lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera
menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa lelah dan
sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
-
Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata,
karena itu sinar ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan
tidak terasa. Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh
panas, yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit
kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan.
b. Arus listrik yang berbahaya
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada
besarnya arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya
dengan besar arus adalah sebagai berikut:
-
Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan
tidak membahayakan.
-
Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada
otot dan menimbulkan rasa sakit.
-
Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
-
Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot
sehingga orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang
lain.
-
Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
-
Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.
c. Debu dan gas dalam asap las.
Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 µm sampai
dengan 3 µm. Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis
pengelasan dan elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah,
di dalam debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam
pengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung oksida
magnesium (MgO).
Gas-gas
yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), ozon (CO3) dan gas nitrogen dioksida (NO2).
d. Bahaya kebakaran.
Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api
pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin, gas,
cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran juga
dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan
yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena
isolasi yang rusak.
e. Bahaya Jatuh.
Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang
tinggi akan selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat
menimbulkan luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha
pencegahannya harus diperhatikan.
C. Perlengkapan Keselamatan Kerja Pada
Proses Pengelasan
Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus
memakai alat-alat yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang
ditimbulkan akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut antara lain (Bintoro,
1999):
1.
Pelindung muka
Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam tetapi secara
prinsip pelindung muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi mata dan
muka dari pancaran sinar las dan percikan bunga api. Pelindung muka mempunyai
kacamata yang terbuat dari bahan tembus pandang yang berwarna sangat gelap dan
hanya mampu ditembus oleh sinar las.Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja
yang dilas dengan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke mata.
2.
Kacamata bening
Untuk membersihkan torak atau untuk proses finishing misalnya
penggerindaan, mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung muka las.
Mata tidak mampu melihat benda kerja karena kacamata yang berada pada pelindung
muka sangat gelap. Oleh karena itu, diperlukan kacamata bening yang mampu
digunakan untuk melihat benda kerja dan sangat ringan sehingga tidak mengganggu
proses pekerjaan.
3.
Masker wajah
Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan
dihirup oleh sistem pernapasan manusia. Masker digunakan untuk pengelasan
ruangan yang sistem sirkulasi udaranya tidak baik. Karena proses pengelasan
akan menghasilkan gas-gas yang membahayakan sistem pernapasan jika dihirup
dalam jumlah besar. Jika gas hasil pengelasan tidak segera dialirkan ke luar
ruangan maka akan dihirup oleh operator.
4.
Pakaian las
Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan
bunga api dan pancaran sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas
sehingga tidak membatasi gerak si pemakai.Selain bahan pakaian yang digunakan
lemas, juga harus ringan, tidak mudah terbakar, dan mampu menahan panas atau
bersifat isolator.Model lengan dan celana dibuat panjang agar mampu melindungi
seluruh tubuh dengan baik.
5.
Pelindung badan (apron)
Untuk melindungi kulit dan organ-organ tubuh pada bagian
badan dari percikan bunga api dan pancaran sinar las yang mempunyai intensitas
tinggi maka pada bagian badan perlu dilindungi sperti halnya pada bagian muka,
karena baju las yang digunakan belum mampu sepenuhnya melindungi kulit dan
organ tubuh pada bagian dada.
6.
Sarung tangan
Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu
melewati kedua tangan, contoh: penggantian elektroda atau memegang sebagian
dari benda kerja yang memperoleh panas secara konduksi dari proses
pengelasan. Untuk melindungi tangan dari panas dan listrik maka operator las
harus menggunakan sarung tangan, karena mempunyai sifat mampu menjadi isolator
panas dan listrik (mampu menahan panas dan tidak menghantarkan listrik).
7.
Sepatu las
Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki
kemungkinan tergencet benda keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan
memakai sepatu las bebarti tidak ada aliran arus listrik dari mesin las ke
ground (tanah) melewati tubuh kita, karena bahan sepatu berfungsi sebagai
isolator listrik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Keselamatan kesehatan kerja sangat
penting dalam proses pengelasan las listrik.
2. Pada proses pengelasan las listrik
harus selalu memperhatikan prosedur yang benar tentang keselamatan kesehatan
kerjanya.
3. Pada proses pengelasan las listrik
selalu mengutamakan keselamatan kesehatan kerjanya.
4. Setiap welder harus mengerti
bahaya-bahaya yang diakibatkan las listrik dan mengerti bagaimana
menanggulanginya.
5. Selalu memperhatikan keadaan
disekelilingnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam setiap
proses pengelasan las listrik.
6. Setiap welder harus selalu waspada
terhadap sesuatu yang akan mengganggu keselamatan kesehatan kerjanya.
7. Setiap welder harus bisa merefresh atau
menyegarkan diri baik secara jasmani maupun rohani agar tidak mengganggu dalam
proses pengelasan las listrik.
8. Setiap welder harus mampu menjaga
keselamatan kesehatan kerja, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan
sesuatu apapun yang ada disekitarnya.
9. Pada proses pengelasan las listrik
setiap orang harus saling mengingatkan tentang pentingnya keselamatan kesehatan
kerja.
B. Saran
Hendaknya dalam setiap melakukan proses pengelasan selalu
memperhatikan dan mengutamakan keselamatan kesehatan kerja baik bagi welder itu
sendiri maupun orang lain yang ada disekitarnya karena hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap suatu proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, P.,
1992, Teknologi Mekanik, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
Harsono, Toshie,
1996, Teknologi Pengelasan Logam,. Pradnya Paramita, Jakarta.
http://google/2015/06/makalah-peranan-k3-dalam-proses.html
King, R.W. and
Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook: Safety.” Butterworths,
England.
Robert, W.,K.,
1993, Dasar-dasar Pengelasan, Erlangga.
Sumakmur, P.,K.,
1995, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Gunung Agung, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar