Rabu, 23 November 2016

MAKALAH PERANAN KESELAMATAN, KESEHATAN DAN KETENAGAKERJAAN (K3) DALAM PROSES PENGELASAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ditemukannya logam pertama kali dirasakan sebagai suatu kemajuan teknologi yang sungguh luar biasa tetapi pada pihak lain perkembangan baru ini akan menimbulkan suatu permasalahan baru yaitu bagaimana proses penyambungan dari logam – logam tersebut. Proses penyambungan logam terdiri dari sambungan baut,  sambungan keling, sambungan lipat, sambungan tempa, patri, solder dan sambungan las (pengelasan ).Dalam fabrikasi, konstruksi dan industri proses sambungan las merupakan salah satu cara yang paling dominan atau baik apabila dibandingkan dengan cara pengerjaan pemesinan yang lainnya dikarenakan proses ini sangat praktis, murah dan cepat.
Penggunaan las dalam pengerjaan konstruksi semakin lus sehingga kecelakaan yang diakibatkan oleh proses pengerjaan tersebut juga sering banyak terjadi. Pekerjaan pengelasan merupakan salah satu proses pemesinan yang penuh resiko karena selalu berhubungan dengan api dan bahan – bahan yang mudah terbakar dan meledak terutama sekali pada las gas yaitu gas oksigen dan Asetilin . Kecelakaan yang terjadi sebenarnya dapat dikurangi atau dihindari apabila kita sebagai operator dalam mengoperasikan alat pengelasan dan  alat keselamatan kerja dipergunakan dengan baik dan benar, memiliki penguasaan cara – cara pencegahan bahaya akibat proses las. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai K3.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah  di seluruh  dunia. Tingkat  kecelakaan-kecelakaan  fatal  di  negara-negara berkembang  tiga  kali  lebih  tinggi  dibanding  negara-negara  industri.  Di  negara-negara berkembang, kebanyakan  kecelakaan dan penyakit  akibat  kerja  terjadi di  bidang-bidang pertanian,  perikanan  dan  perkayuan, pertambangan  dan  konstruksi. Tingkat  buta  huruf yang tinggi  dan  pelatihan  yang  kurang  memadai  mengenai metode-metode  keselamatan kerja  mengakibatkan tingginya  angka  kematian  yang  terjadi  karena  kebakaran dan pemakaian  zat-zat  berbahaya  yang  mengakibatkan penderitaan  dan  penyakit  yang  tak terungkap  termasuk kanker,  penyakit  jantung  dan  stroke.
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai sifat bahaya secara alamiah.Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan pada urutan pertama program keselamatan dan kesehatan. Di sebagian besar negara , keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia, rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan, tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi dan interaksinya tidak disengaja.Berdasarkan penyebabnya, terjadinya kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik) dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Untuk menghindari resiko yang tidak diinginkan dan pengetahuan yang memadai maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai materi ini.  
               
B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu :
Bagaimana gambaran Peranan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Proses Pengelasan.

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini yaitu :
Untuk mengetahui gambaran peranan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Proses Pengelasan.

D.    Manfaaat Penulisan
Adapaun manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu :
Agar dapat mengetahui gambaran peranan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Proses Pengelasan.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
1.       Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja 
Keselamatan (safety) mempunyai arti keadaan terbebas dari celaka (accident) ataupun hampir celaka (near miss acccident). Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun pekerja lain  di sekelilingnya, sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal. 
Kesehatan kerja merupakan hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan.Kesehatan kerja tidak hanya menyangkut hubungan antara efek lingkungan kerja misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain, tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya. Tujuan utama kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan  daripada mengobatinya (Suma’mur, 2009).
 Menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala daya dan upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
2.       Persyaratan Keselamatan Kerja
Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 (Suma’mur, 2009) adalah sebagai berikut :
a.       Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal ini berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau kegiatan berbahaya.
b.      Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, berkaitan dengan sistem proteksi dan pencegahan kebakaran (fire protection system) dalam rancangan bangun, operasi, dan penggunaan sarana, pabrik, banguna dan fasilitas lainnya.
c.       Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran, meliputi upaya pencegahan bahaya kebakaran (fire prevention) dalam kegiatan yang dapat mengandung bahaya kebakaran, menggunakan api atau kegiatan lainnya.
d.      Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya. Berkaitan dengan sistem tanggap darurat (emergency response) serta fasilitas penyelamat di dalam bangunan atau tempat kerja (means of escape).
e.       Memberikan pertolongan dalam kecelakaan. Menyangkut aspek P3K atau pertolongan jika terjadi kecelakaan termasuk resque dan pertolongan korban.
f.       Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja. Berkaitan dengan penyediaan alat keselamatan yang sesuai untuk setiap pekerjaan yang berbahaya.
g.      Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. Berkaitan dengan keselamatan lingkungan kerja, pencemaran atau buangan industri serta kesehatan kerja.
h.      Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, psikis, peracunan, infeksi, dan penularan.  
i.        Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j.        Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k.      Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik.
l.        Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m.    Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan dan proses kerja.
n.      Berkaitan dengan aspek ergonomi di tempat kerja.
o.      Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. Berkaitan dengan keselamatan konstruksi dan bangunan mulai dari pembangunan sampai penempatannya.
p.      Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. Syarat ini berkaitan dengan kegiatan pelabuhan dan pergudangan.
q.      Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, berkaitan dengan keselamatan ketenagalistrikan.
r.        Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahayanya menjadi bertambah tinggi.
3.       Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali.Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja.Golongan pertama adalah faktor mekanisme dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia.Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan (Suma’mur 2009).
Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan kerja antara lain :
a.        Situasi kerja
Situasi kerja berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja yang mempengaruhi produktivitas pekerja. Situasi kerja yang dimaksud meliputi :
-          Pengendalian manajemen yang kurang
-          Standar kerja yang minim
-          Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar
-          Peralatan kerja yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi Kesalahan orang,

b.       Kesalahan orang meliputi :
-          Keterampilan dan pengetahuan pekerja yang minim
-          Masalah fisik dan mental
-          Motivasi yang minim atau salah penempatan
-          Perhatian yang kurang
c.        Tindakan tidak aman
Kondisi lingkungan kerja yang dimaksud sperti :
-          Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui 
-          Mengambil jalan pintas
-          Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja.
d.       Kecelakaan
Heinrich mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian yang sudah umum terjadi dilingkungan kerja.
-          Kejadian yang tidak terduga
-          Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya
-          Terjatuh
-          Terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya
e.        Cedera/ kerusakan 
Cedera atau kerusakan terhadap pekerja dibedakan menjadi.
-          Terhadap pekerja yang meliputi sakit dan penderitaan, kehilangan pendapatan, kehilangan kualitas hidup.
-          Terhadap majikan meliputi kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi, kerugian produksi, dan kemungkinan proses pengadilan (Ridley, 2006)

B.     Pengelasan
1.       Pengertian
Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa  teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah, menurut keterangan telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000 sampai 3000 SM dan diduga sumber panas  berasal dari pembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19 teknologi pengelasan berkembang dengan pesat karena telah dipergunakannya sumber energi listrik (Suharno, 2008).
Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam keadaan, dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008).
2.       Jenis – jenis
Jenis-Jenis Pengelasan  Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua antara lain (Bintoro, 1999) :
1.       Las Oksi Asetilen
Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C2H2 oleh oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu yang sangat sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam.Gas asetilen merupakan salah satu jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan.Gas asetilen disimpan di dalam suatu tabung yang mampu menahan tekanan kerja.
Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen antara lain:
1.      Polimerisasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat jauh lebih tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini akan terjadi pada suhu 300°C, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh sebab itu, gas asetilen tidak boleh disimpan atau digunakan pada suhu diatas 300°C.
2.      Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses pembentukan zat-zat. Disosiasi terjadi pada suhu 600°C jika berada pada tekanan 1 atm atau 530°C jika tekanan 3 atm. Jika terjadi disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini sangat membahayaka karena bisa menimbulkan ledakan.
2.       Las listrik 
Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-permukaan benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri listrik digunakan untuk menekan benda kerja dengan tekanan yang cukup.Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan disambung. 
Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada nyala busur listrik karena adanya potensial tegangan atau beda tegangan antara ujung-ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan sangat menentukan terjadinya loncatan bunga api, semakin besar tegangan semakin mudah terjadi loncatan bunga api listrik. Hal yang perlu diperhatikan, bahwa tegangan yang tinggi akan membahayakan operator las, karena tubuh manusia hanya mampu menderita tegangan listrik sekitar 42 volt. Selain penggunaan arus dan tegangan yang bisa membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan sinar ultra violet dan sinar infra merah yang berinteraksi sangat tinggi.Pancaran atau radiasi dari sinar tersebut sangat membahayakan mata maupun kulit manusia (Bintoro, 1999).
3.       Manajemen dalam Pengelasan
Juru las yang terampil dan peralatan las yang baik belum tentu dapat menjamin hasil las yang bermutu tinggi, apabila sarana lainnya tidak terpenuhi. Manajemen pengelasan dalam hal ini harus mengatur beberapa sarana penting yang dapat mempengaruhi hasil pengelasan seperti pelaksanaan yang aman, pengawasan mutu, dan pemeriksaan proses. Manajemen tersebut terdiri atas beberapa pengawasan (Wiryosumarto dan Okumura, 2004)  antara lain :
a.    Pengamanan pelaksanaan Agar pengelasan dapat dilakukan dengan aman, alat-alat pengamanan harus lengkap dan juru las harus mengerti dan dapat serta mau menggunakan alat pengaman tersebut, dalam hal ini yang penting adalah :
-          Pemakaian baju kerja yang sesuai dan aman.
-          Pemakaian pelindung dengan baik.
-          Pada pengelasan di tempat yang tinggi harus menggunakan alat pengaman agar tidak terjatuh.
-          Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan ledakan.
b.      Pengawasan umum
Untuk mendapatkan mutu pengelasan yang baik perlu adanya pengawasan pada peralatan yang digunakan, bahan las yang dipilih, pelaksanaan dan keterampilan. Pengawasan yang dimaksud diatas diterangkan sebagai berikut  :
-          Pengawasan peralatan
Dengan menggunakan peralatan yang sempurna, akan diperoleh mutu hasil lasan yang baik dan efisiensi kerja yang tinggi, karena itu diperlukan sistem manajemen yang dapat menentukan cara-cara pemilihan alat, pembelian alat, peminjaman alat kepada pekerja dan cara memperbaiki alat yang rusak.
-          Pengawasan bahan las
Pengaturan pembelian bahan las baik dalam jenis maupun dalam jumlah harus menjamin agar selalu terdapat jumlah persediaan seperti yang telah ditentukan dan yang sesuai dengan jadwal pelaksanaan.
-          Pengawasan pelaksanaan
Apabila proses pengelasan telah ditentukan, maka perlu untuk mengadakan pengawasan agar prosedur pengelasan diikuti sepenuhnya. Untuk mempermudah pengawasan dan menghindari kesalahan perlu dibuat petunjuk kerja yang terperinci yang meliputi kondisi pengelasan, penggunaan alat, pemakaian bahan, prosedur pengerjaan dan cara-cara mengadakan perbaikan bila terjadi cacat.
-          Pengawasan keterampilan 
Untuk mendapatkan juru las yang terampil perlu diadakan pelatihan dan pendidikan.Tiap-tiap juru las harus mempunyai kualifikasi berdasarkan peraturan yang ditentukan oleh badan yang berwenang dalam bidang konstruksi yang sesuai dan menguasai tentang pengelasan.
-          Pengawasan proses
Pengawasan terhadap proses ditujukan untuk mempertinggi produktivitas, yang berarti hasil yang baik dengan cepat dan murah. Pengawasan proses meliputi pengawasan dan pengaturan tempat, pengaturan pekerja, pengaturan bahan, alat dan lain sebagainya.
4.      Bahaya Dalam Pengelasan
Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila tidak hati-hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja yang salah. Beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan (Wiryosumarto dan Okumura, 2004) antara lain :
a.    Cahaya dan sinar yang berbahaya Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan. Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar inframerah. 
-          Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam.
-          Cahaya tampak
Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara.
-           Sinar inframerah
Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan.
b.    Arus listrik yang berbahaya
Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan besar arus adalah sebagai berikut:
-          Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak membahayakan.
-          Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan menimbulkan rasa sakit.
-          Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.
-          Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang lain.
-          Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.
-          Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.
c.       Debu dan gas dalam asap las.
Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 µm sampai dengan 3 µm. Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan dan elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di dalam debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam pengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung oksida magnesium (MgO).
Gas-gas yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), ozon (CO3) dan gas nitrogen dioksida (NO2).
d.      Bahaya kebakaran.
Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin, gas, cat kertas dan bahan lainnya  yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang rusak.
e.       Bahaya Jatuh.
Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan luka ringan ataupun  berat bahkan kematian karena itu usaha pencegahannya harus diperhatikan.

C.    Perlengkapan Keselamatan Kerja Pada Proses Pengelasan
Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai alat-alat yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut antara lain (Bintoro, 1999):
1.      Pelindung muka
Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam tetapi secara prinsip pelindung muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi mata dan muka dari pancaran sinar las dan percikan bunga api. Pelindung muka mempunyai kacamata yang terbuat dari bahan tembus pandang yang berwarna sangat gelap dan hanya mampu ditembus oleh sinar las.Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja yang dilas dengan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke mata.


2.      Kacamata bening
Untuk membersihkan torak atau untuk proses finishing misalnya penggerindaan, mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung muka las. Mata tidak mampu melihat benda kerja karena kacamata yang berada pada pelindung muka sangat gelap. Oleh karena itu, diperlukan kacamata bening yang mampu digunakan untuk melihat benda kerja dan sangat ringan sehingga tidak mengganggu proses pekerjaan.
3.      Masker wajah
Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan dihirup oleh sistem pernapasan manusia. Masker digunakan untuk pengelasan ruangan yang sistem sirkulasi udaranya tidak baik. Karena proses pengelasan akan menghasilkan gas-gas yang membahayakan sistem pernapasan jika dihirup dalam jumlah besar. Jika gas hasil pengelasan tidak segera dialirkan ke luar ruangan maka akan dihirup oleh operator. 
4.      Pakaian las
Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bunga api dan pancaran sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas sehingga tidak membatasi gerak si pemakai.Selain bahan pakaian yang digunakan lemas, juga harus ringan, tidak mudah terbakar, dan mampu menahan panas atau bersifat isolator.Model lengan dan celana dibuat panjang agar mampu melindungi seluruh tubuh dengan baik.
5.      Pelindung badan (apron)
Untuk melindungi kulit dan organ-organ tubuh pada bagian badan dari percikan bunga api dan pancaran sinar las yang mempunyai intensitas tinggi maka pada bagian badan perlu dilindungi sperti halnya pada bagian muka, karena baju las yang digunakan belum mampu sepenuhnya melindungi kulit dan organ tubuh pada bagian dada.
6.      Sarung tangan
Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu melewati kedua tangan, contoh: penggantian elektroda atau memegang sebagian dari benda kerja yang memperoleh panas secara konduksi dari  proses pengelasan. Untuk melindungi tangan dari panas dan listrik maka operator las harus menggunakan sarung tangan, karena mempunyai sifat mampu menjadi isolator panas dan listrik (mampu menahan panas dan tidak menghantarkan listrik).
7.      Sepatu las
Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki kemungkinan tergencet benda keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan memakai sepatu las bebarti tidak ada aliran arus listrik dari mesin las ke ground (tanah) melewati tubuh kita, karena bahan sepatu berfungsi sebagai isolator listrik.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.      Keselamatan kesehatan kerja sangat penting dalam proses pengelasan las listrik.
2.      Pada proses pengelasan las listrik harus selalu memperhatikan prosedur yang benar tentang keselamatan kesehatan kerjanya.
3.      Pada proses pengelasan las listrik selalu mengutamakan keselamatan kesehatan kerjanya.
4.      Setiap welder harus mengerti bahaya-bahaya yang diakibatkan las listrik dan mengerti bagaimana menanggulanginya.
5.      Selalu memperhatikan keadaan disekelilingnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam setiap proses pengelasan las listrik.
6.      Setiap welder harus selalu waspada terhadap sesuatu yang akan mengganggu keselamatan kesehatan kerjanya.
7.      Setiap welder harus bisa merefresh atau menyegarkan diri baik secara jasmani maupun rohani agar tidak mengganggu dalam proses pengelasan las listrik.
8.      Setiap welder harus mampu menjaga keselamatan kesehatan kerja, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan sesuatu apapun yang ada disekitarnya.
9.      Pada proses pengelasan las listrik setiap orang harus saling mengingatkan tentang pentingnya keselamatan kesehatan kerja.   

B.       Saran
Hendaknya dalam setiap melakukan proses pengelasan selalu memperhatikan dan mengutamakan keselamatan kesehatan kerja baik bagi welder itu sendiri maupun orang lain yang ada disekitarnya karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap suatu proses produksi. 


DAFTAR PUSTAKA


Bambang, P., 1992, Teknologi Mekanik, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Harsono, Toshie, 1996, Teknologi Pengelasan Logam,. Pradnya Paramita, Jakarta.

http://google/2015/06/makalah-peranan-k3-dalam-proses.html

King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook: Safety.” Butterworths, England.

Robert, W.,K., 1993, Dasar-dasar Pengelasan, Erlangga.

Sumakmur, P.,K., 1995, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Gunung Agung, Jakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar